19 Mei 2009

Temu Konsultasi Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Se Kalimantan Timur Tahun 2009

Era baru Indonesia ditandai dengan globalisasi, demokratisasi dan desentralisasi. globalisasi memberikan kesempatan untuk berusaha dalam pasar yang lebih luas yang sarat dengan proses transfer iptek, mobilitas modal dan tenaga kerja antar bangsa. namun demikian globalisasi diikuti pula dengan “lokalisasi” dengan gejala adanya peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengembangan keputusan yang lebih baik bagi masyarakat, dimana hal ini ditandai oleh adanya desentralisasi atau keputusan yang didesentralisasikan.
Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian direduksi menjadi undang-undang nomor 32 tahun 2004, menjadi dasar perubahan besar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah dan dalam kaitan dengan hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijaksanaan otonomi daerah tersebut mengarah kepada perubahan budaya organisasi dan budaya kerja.

Pendekatan pembangunan telah berubah dari yang bersifat top – down menjadi bottom – up. Partisipasi aktif merupakan syarat mutlak untuk keberhasilan yang diinginkan. Oleh karena itu kebijaksanaan otonomi daerah ini harus dianggap sebagai proses yang mengubah budaya kerja dan organisasi serta menciptakan proses, sistem, struktur dan cara baru untuk mengukur kinerja dan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah dan nasional.

Telah diketahui bersama bahwa dengan terbitnya Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2007 wilayah kerja untuk tugas ketenagakerjaan secara operasional habis terbagi ke dalam kabupaten/kota. Namun selama proses pembangunan ketenagakerjaan hingga saat ini belum semua kabupaten /kota memperoleh porsi integral dalam program pembangunan ketenagakerjaan.

Fenomena tersebut menjadikan visi dan persepsi aparat pemerintah kabupaten/kota tentang ketenagakerjaan tidak atau belum sama. konsekuensinya adalah aspek ketenegakerjaan tidak terakomodasi secara proporsional dalam pola dasar pembangunan daerah serta senantiasa belum diikuti dengan pembentukan kelembagaan/dinas yang berfungsi secara utuh.

Sampai saat ini kita masih mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas pembinaan pengawasan ketenagakerjaan secara optimal. dari total jumlah perusahaan yang terdata di kalimantan timur sampai akhir tahun 2008 tercatat sebanyak 4.685 perusahaan dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 327.491 orang. dibandingkan dengan jumlah pegawai pengawas ketenagakerjaan se kalimantan timur yang hanya 40 orang, rasio 1 : 117 dirasakan masih jauh dari memadai untuk melakukan pembinaan pengawasan ketenagakerjaan terhadap seluruh perusahaan yang ada. jumlah ini pun tidak tersebar secara merata di seluruh kabupaten/kota dimana masih ada kabupaten/kota yang tidak memiliki tenaga pengawas ketenagakerjaan di wilayahnya.

Kondisi ini berdampak pula jumlah kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan sebagai akibat masih lemahnya pengawasan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Depnakertrans RI mencatat, bila pada tahun 2005 kasus kecelakaan kerja sebanyak 99.023 kasus maka jumlahnya menyusut menjadi 95.624 di 2006. kemudian kasus berkurang lagi menjadi 83.714 kasus pada 2007 dan hanya sebanyak 36.986 kasus per november 2008. maka bila dibandingkan, terjadi penurunan jumlah kasus kecelakaan kerja pada 2008 sebesar 55,82 % dari 2007. namun demikian dari data tersebut masih menunjukkan bahwa kasus kecelakaan kerja masih relatif tinggi.

Oleh karena itu, perlu adanya sosialisasi, kampanye maupun bentuk upaya lain yang lebih intensif guna meningkatkan kepedulian masyarakat agar k3 menjadi budaya bangsa dalam segala aktivitasnya sehingga tingkat kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat ditekan atau diminimalkan. hal ini sejalan dengan target pemerintah, dalam hal ini departemen tenaga kerja dan transmigrasi ri yang menetapkan target penurunan jumlah kecelakaan kerja pada tahun 2009 sebesar 50 % dari tahun-tahun sebelumnya.

Sejalan dengan maksud dan tujuan serta menindaklanjuti hasil kesepakatan pada tahun 2008, maka dilaksanakannlah Temu Konsultasi Pegawai Fungsional Pengawas Ketenagakerjaan se Kalimantan Timur tahun 2009 di Bandung pada tanggal 18 sampai dengan 21 Mei 2009 di Hotel Panghegar, Jalan Merdeka No. 2 Bandung.

Acara Temu Konsultasi Pegawai Fungsional Pengawas Ketenagakerjaan se Kalimantan Timur tahun 2009 dibuka secara resmi oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalimantan Timur dan dihadiri oleh pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Binwasnaker Depnakertrans RI, Dinas Tenaga Kerja Prov. Jawa Barat dan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota se Kalimantan Timur serta pegawai fungsional pengawas ketenagakerjaan. Pada kesempatan tersebut, Kadisnakertrans Prov. Kaltim menyampaikan beberapa arahan dalam rangka peningkatan pelaksanaan pembinaan pengawasan ketenagakerjaan di daerah, yaitu :

  1. Tingkatkan terus pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan;
  2. Tingkatkan terus hubungan dan koordinasi yang telah terjalin baik selama ini dalam upaya pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pembinaan ketenagakerjaan di kabupaten/kota, untuk menghidari adanya konflik antar pegawai pengawas ketenagakerjaan baik tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota;
  3. Kaji dan teliti secara cermat dan akurat setiap kasus yang terjadi sehingga penyelesainnya dapat memenuhi rasa keadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  4. Aktifkan kembali sistem pelaporan pengawasan ketenagakerjaan secara berjenjang dari kabupaten/kota ke provinsi dan selanjutnya disampaikan ke pusat sesuai format pelaporan yang baku untuk lebih memperkuat proses monitoring dan evaluasi perkembangan pengawasan ketenagakerjaan di daerah;
  5. Bagi seluruh pegawai fungsional pengawas ketenagakerjaan dan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) agar tidak ragu-ragu untuk melakukan tindakan tegas dan represif kepada perusahaan yang melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan dengan tetap melakukan upaya pembinaan dan persuasif;
  6. Kepada seluruh pegawai fungsional pengawas ketenagakerjaan hendaknya selalu berupaya meningkatkan kualitas profesionalisme dan kompetensinya dalam bidang ketenagakerjaan sehingga dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi sebagai pegawai fungsional tidak semata-mata hanya mengejar kepangkatan funsionalnya saja melalui pemenuhan angka kredit namun lebih mengarahkan kepada peningkatan kualitas individu dan kelembagaan dalam melaksanakan pembinaan pengawasan ketenagakerjaannya.